ups.......

Kamis, 21 Oktober 2010

Doa Dhuha......

“Wahai Tuhanku, sesungguhnya waktu dhuha adalah waktu dhuha-Mu, keagungan adalah keagunan-Mu, keindahan adalah keindahan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, penjagaan adalah penjagaan-Mu, Wahai Tuhanku, apabila rezekiku berada di atas langit maka turunkanlah, apabila berada di dalam bumi maka keluarkanlah, apabila sukar mudahkanlah, apabila haram sucikanlah, apabila jauh dekatkanlah dengan kebenaran dhuha-Mu, kekuasaan-Mu (Wahai Tuhanku), datangkanlah padaku apa yang Engkau datangkan kepada hamba-hambaMu yang soleh”

Selasa, 24 Agustus 2010

Berkumpullah dengan orang2 sholeh dan sholehah

Subhanallah...........indahnya berkumpul dengan orang2 yang sholeh dan sholehah. Jadi bersemangat untuk sholat, bersemangat untuk tilawah, bersemangat untuk infaq, bersemangat untuk mencari ilmu yang lebih bermanfaat, bersemangat agar semakin dekat kepada ALLAH.... Alhamdulillah......terimakasih ya ALLAH........

Kamis, 10 Juni 2010

makanlah, makanan yang pas...:)

Menurut saya apa yang kita lihat sama dengan apa yang kita makan, apa yang kita dengar sama dengan apa yang kita makan, dan apa yang kita baca sama dengan apa yang kita makan juga....jadi judulnya makan makanan yang pas ya....;)

Selayaknya makanan yang baik akan menyehatkan kita, maka makan yang buruk akan membuat kita sakit, begitu juga adanya dengan apa yang kita lihat, apa yang kita dengar dan apa yang kita baca.

Makanan yang kita makan setidaknya memiliki 2 kriteria, yaitu: baik dan halal. Baik untuk kesehatan kita dan halal dzatnya dan cara mendapatkannya. Misalnya nasi itu halal dan baik, tapi kalau penderita diabetes akut, maka dia tidak boleh banyak makan nasi dan jika nasinya diperoleh dengan cara mencuri, maka jelas nasi itu menjadi haram untuk dimakan. Sedangkan haram dzatnya, kita sebagai umat muslim pasti sudah mengetahuinya, yaitu: babi, anjing, darah, nanah, binatang berbisa, binatang bertaring, serta minuman beralkohol, dll. Jadi walaupun makanan haram ini kita peroleh dengan cara yang halal, misalnya dari gaji kita, maka tetap saja makanan tersebut haram. Adapun haram cara mendapatkannya, pasti sudah tau semuakan....hayo ngaku....hayo ngaku..., baiklah karena saya baik hati, jadi saya bocorin neh, haram cara mendapatkannya dengan cara menipu, mencuri, maling, jambret, dan korupsi uang kantor, uang negara, dll atau kita bekerja di perusahaan yang lebih banyak mudhorotnya, atau di tempat makasit seperti perjudian, prostitusi, dll. Kemudian jika semuanya sudah terpenuhi, makanan itu baik buat kesehatan kita, halal dzatnya, halal cara mendapatkannya, tapi kita makannya terlalu berlebihan, maka makanan itupun jadi tidak baik buat kita. Contoh nyatanya adalah om saya yang suka makan kerang laut, tetapi karena kebanyakan, keesokan harinya dia jadi pusing2 dan sakit....(kasian dech lu....:) peace….)

Begitu juga halnya dengan apa yang kita lihat akan mempengaruhi kita secara psikis atau gaya hidup, apa yang kita dengar akan mempengaruhi gaya bicara kita dan kata-kata yang akan kita sampaikan dan apa yang kita baca juga akan mempengaruhi pengetahuan kita, wawasan kita dan paradigma kita. Jadi menurut saya, apa yang kita lihat, apa yang kita dengar dan apa yang kita baca akan jauh lebih berdampak pada kehidupan kita jika dibandingkan dengan apa yang kita makan, karena makanan hanya mempengaruhi kita secara pribadi, tetapi apa yang kita lihat, apa yang kita dengar dan apa yang kita baca akan berdampak pada kita dan berimbas kepada orang lain.

Oleh karena itu, saya sangat menyarankan agar kita dapat memfilter atau menyaring apa yang akan kita lihat, apa yang akan kita dengar dan apa yang akan kita baca. Kita tidak bisa sembarangan saja melihat sesuatu, karena hal itu akan terekam di dalam otak kita dan selalu kita kenang selama hidup kita, yang akhirnya bisa berdampak pada sikap dan perilaku kita, akan tetap tersimpan di alam bawah sadar kita dengan baiknya. jika kita sering melihat hal yang baik, maka kitapun akan terdorong untuk melakukan hal-hal yang baik. Bahkan seekor monyet di Jepang, dapat mengerjakan pekerjaan rumah seperti menyapu dan mengepel hanya karena dia selalu melihat tuannya melakukan hal yang sama berulang-ulang dan setiap hari dengan rutinnya, sehingga monyet dengan kapasitas akal yang pas-pasan bisa meniru pekerjaan yang dilakukan tuannya tersebut. Itu dampak dari apa yang dilihatnya. Maka apalagi kita sebagai manusia normal, walaupun kita akan memikirkan dulu apa yang kita lihat sebelum menirunya, tetapi kebanyakan kita akan melukan hal yang sering kita lihat itu. oleh karena itu, jika kita selalu melihat kebaikan, maka kita akan berusaha melakukan hal itu juga. Demikian juga jika kita sering melihat hal-hal yang tidak baik, maka kitapun akan meniru hal tersebut. Jika kita misalnya sering melihat orang yang suka bersedekah, maka lambat laun-pun kita akan ikut untuk bersedekah juga, Jika kita melihat orang yang suka membaca, lambat laun kita juga jadi menasaran dengan apa yang dibacanya dan kitapun akan ikut membaca juga. Demikian juga jika kita sering melihat hal yang tidak baik, misalnya ada teman kita yang suka memuku, maka akhirnya kita juga belajar untuk sedikit-sedikit memukul, walaupun mungkin tidak keras. Jika kita sering melihat hal-hal yang porno atau film cabul, maka kitapun akan selalu mengingatnya dan kemudian jika ada kesempatan kita juga akan melakukan hal yang sama.

Begitu juga adanya dengan apa yang kita dengar, maka kita akan mengulang kembali apa yang kita dengar itu. Jika kita mendengar hal yang tidak baik, pada saat itu mungkin kita memungkirinya, menolaknya, tapi jika sering kita dengar, lambat laun kita juga akan mengucapkannya kembali. Ada seorang teman yang gemar mengucapan “astagfirullah”, sebuah kata yang baik untuk umat Islam, karena sudah seharusnya kita selalu beristigfar memohon ampun kepada Allah swt, kemudian tanpa saya sadari, sayapun akhirnya jadi gemar mengucapkan “astagfirullah”, saya jadi bersyukur saya selalu mendengar dia mengucapkan kata “astagfirullah” sehingga saya jadi menirunya, coba kalau saya selalu mendengar kata yang tidak baik, cabul, dll, pasti yang keluar dari mulut saya juga hal yang sama. Padahal mulut juga akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak.

Demikian juga dengan apa yang kita baca, sangat berpengaruh besar dalam kehidupan kita, menambah wawasan kita dan membentuk paradigma berpikir kita. Jika kita sedikit makan, tidak suka makan, maka kita akan bertubuh kurus atau bahkan jadi kurang gizi. Dan jika kita makan terlalu banyak, maka kita akan bertubuh besar, gemuk atau bahkan menjadi obesitas. Serta makan itu bergizi atau tidak juga akan berpengaruh. Begitu juga adanya dengan bacaan kita, sedikit bacaan kita, maka sedikit pula ilmu kita dan wawasanpun tidak berkembang. Ibarat kata pepatah ‘seperti kodok dalam tempurung’, merasa hebat, tetapi sebenarnya tidak tahu apa-apa, ketika tempurung dibuka, baru dia tahu kalau dunia begitu luasnya. Beruntunglah orang yang suka membaca, maka dia akan selalu mendapatkan hal yang baru, ilmunya semakin bertambah, wawasannya semakin luas dan pikirannyapun semakin terasah tajam. Namun demikian jika orang tersebut banyak membaca dari sumber yang tidak pas, sumber yang menyesatkan, maka diapun juga akan tersesat. Seperti makanan yang enak, tetapi banyak pengawet, msg dan lemaknya, maka makanan itu menjadi boomerang buat yang memakannya. Akan bertambah gemuk, tetapi juga rentan kena berbagai penyakit. Oleh karena itu kita harus pandai memilih dan memilah apa yang akan kita makan, apa yang akan kita lihat, apa yang akan kita dengar dan apa yang akan kita baca.

Akhirnya benar apa yang dikatakan oleh mas ‘Opick’ (seorang penyanyi religi) bahwa ombok hati (obat hati) salah satunya adalah berteman dengan orang sholeh. Karena orang sholeh secara tidak langsung akan mengajarkan hal yang baik-baik saja kepada kita. Dia akan mencontohkan makanan yang baik, halal dan menyehatkan, akan menunjukkan hal-hal yang baik untuk dilihat, akan memperdengarkan hal yang baik-baik saja dan akan menunjukkan bacaan yang bermanfaat dunia dan akhirat buat kita. Aksi dan reaksi itu sama kalau dalam ilmu fisika, maka apa yang masuk ke dalam tubuh kita seperti itu juga keluarannya.

Mudah-mudahan bermanfaat…..maaf kalau kurang berkenanya…yang salah datang dari diri saya sendiri yang lemah dan bodoh, dan yang benar datang dari Allah Yang Maha Mengetahui apa yang ada di bumi, langit dan diantara keduanya….

Minggu, 11 April 2010

shalih tapi tak berdayaguna

Shalih Tapi Tak Berdayaguna

Oleh: Muhammad bin Hasan bin Aqil Musa Syarif

Penerbit Robbani Press, Jakarta, 2002.

Banyak orang shalih di sekitar kita. Keshalihan dan keilmuan mereka adalah modal utama bagi kebangkitan umat Islam saat ini. Karena di antara mereka ada yang ahlul ‘ibadah (gemar beribadah), faqih (berilmu pengetahuan luas), cerdas, memiliki keahlian tertentu dan potensi-potensi lain yang signifikan. Peran mereka sangat dibutuhkan dalam rangka amar ma’ruf nahi mungkar dan upaya mengangkat derajat kaun muslimin menuju izzul Islam wal Muslimin.

Namun sayang, banyak dari mereka keshalihannya masih sebatas keshalihan individu. Belum bernilai sosial alias kemanfaatannya bagi umat belum berdayaguna. Padahal umat sangat berharap peran mereka. Mangapa mereka belum berdayaguna? Buku ini mencoba mengungkap fenomena ketidakberdayaan mereka, sebab-sebab ketidakberdayaan dan bagaimana ijal (mengobati)-nya.

A. Ketidakberdayaan para Tsiqah

· Makna ketidakberdayaan (‘ajz)

‘Ajz adalah kata dasar yang memiliki dua arti; yagn pertama menunjukkan makna dhoif (lemah) dan kedua menunjukkan arti sesuatu yang diakhirkan. ‘Ajz juga bisa berarti meninggalkan apa yang ingin dilakukan dengan cara menunda. Hal ini mencakup perkara-perkara duniawi dan agama. ‘Ajz adalah lawan kata hazm (keteguhan hati).

Tsiqah yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah orang yang diberi keperyacaan oleh orang lain dalam hal agama, perilaku, dan akal. Kepercayaan ini diberikan karena dianggap mampu atau memiliki kelayakan yang mencukupi untuk diserahi tugas. Sedangkan dalam bidang dakwah di jalan Allah SWT, kelayakan ini berarti mampu menangani berbagai tugas dakwah ilallah di setiap tahapan.

· Amal dan ketidakberdayaan menurut terminology kontemporer

Ketidakberdayaan atau disfungsionalitas adalah ketidakmampuan melakukan suatu tindakan, dan keberadaan orang tersebut akhirnya menjadi beban bagi orang lain. Makna ini berlawanan dengan makna amal yang lebih bersifat fungsionalitas. Hal ini digambarkan Allah dalam QS. An-Nahl ayat 75-76:

“Allah swt membuat perumpamaan dengan seirang hamba sahaya yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun dan seorang yang Kami beri rizki yang baik dari Kami, lalu dia menafkahkan sebagian dari rezeki itu secara sembunyi dan secara terang-terangan. Adakah mereka sama? Segala puji hanya bagi Allah swt, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. Dan Allah membuat pula perumpamaan: dua orang lelaki yang seorang bisu, tidak dapat berbuat sesuatupun dan dia menjadi beban atas penanggungnya, ke mana saja dia disuruh oleh penanggungnya itu, dia tidak dapat mendatangkan suatu kebajikanpun. Samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan, dan dia berada pula di atas jalan yang lurus”.

B. Urgensi Amal dan Melepas Ketidakberdayaan

Allah member orang-orang yang beramal kecukupan di dunia dan di akhirat, sebagaimana firman-Nya:

“Hai orang-orang yang beriman, jika kamumenolong agama Allah, niscaya Dia akan menolong dan meneguhkan kedudukanmu” (QS. Muhammad: 7)

Allah juga akan meninggikan derajat orang-orang yang beramal sholeh, mereka berteman dengan para Nabi dan melihat langsung Dzat Tuhan secara berulang-ulang merupakan nikmat yang sangat besar yang akan mereka peroleh di surge kelak.

Berikut beberapa aspek yang perlu diperhatikan:

· Pertama: Minimnya waktu yang disediakan untuk beramal shalih

Berdasarkan pada hadist Rasulullah saw: “Usia umatku dari enam puluh sampai tujuh puluh tahun”. Jika seorang sholeh hidup di dunia selama 60 thun, maka dia akan menghabiskan sepertiga hidupnya untuk tidur, sepertiga lagi untuk bekerja, dan sepertiga lagi untuk aktivitas lainnya seperti untuk menikah, memelihara anak, makan, minum, ke pasar, tamasya, dan lainnya. Berarti sangat sedikit sekali waktu yang digunakan untuk beramal sholeh atau bahkan tidak tersisa sedikitpun. Karena itulah generasi salaf mengurangi waktu tidur, kerja dan pemenuhan kebutuhan mereka, sehingga tersedia waktu yang lebih banyak untuk beramal sholeh.

· Kedua: Besarnya perbedaan derajat di dalam surga

Besarnya perbedaan derajat di dalam surga – Rasulullah bersabda

“sesungguhnya surga itu mempunyai seratus tingkatan yang semua itu Allah SWT sediakan untuk orang-orang yang berjihad di jalan-Nya…jika kamu meminta surga kepada Allah, maka mintalah surga firdaus karena merupakan surga yang paling tinggi …”– para tsiqah hendaknya berusaha dengan sepenuh kekuatan dan karunia yang telah diberikan untuk menggapai derajat yang tinggi. Tidak berusaha merupakan satu pertanda ketidakberdayaan.

· Ketiga: Tidak berbuat apapun dan menikmati ketidakberdayaan yang terkadang mengakibatkan inkonsistensi

Tidak berbuat apapun dan menikmati ketidakberdayaan yang terkadang mengakibatkan inkonsistensi – kehilangan konsistensi yang melahirkan ketidakberdayaan ini adalah akibat pasti dari mengekor orang yang tidak berdaya – merusak hati seseorang.

C. Fenomena ketidakberdayaan

· Pertama: Meninggalkan dakwah kepada Allah dan amar ma’ruf nahi mungkar

sebagian orang saleh lebih memilih ber-'uzlah (mengucilkan diri dari masyarakat untuk beribadah) daripada berda'wah, mereka lebih senang berdzikir daripada mengajarkan kebajikan kepada orang lain, mereka hanya memikirkan kesalehan dirinya sendiri dan tidak mempedulikan nasib orang lain, ini adalah bentuk egoisme orang-orang saleh.

· Kedua: Kikir terhadap harta benda dan ketidaktepatan infaq

Ada sebagian orang kaya yg kikir berinfaq untuk kebutuhan da'wah seperti penerbitan buku, perlawanan terhadap kristenisasi dll. Ada juga yg lebih suka berinfaq untuk hal-hal yg tidak diperlukan seperti membangun masjid di daerah yg sudah terdapat masjid, menjalankan ibadah haji bagi yg sudah menjalankan, membagikan zakat kepada banyak orang dengan jumlah/nominal sedikit sehingga habis dikonsumsi.

· Ketiga: Keahlian yang tidak berkembang

seperti perilaku sebagian pekerja yg ulet namun malas berwirausaha, juga sebagian ustadz yg enggan berbicara di hadapan public/ ceramah padahal orang lain sangat membutuhkan ceramahnya.

· Keempat: Kerancuan Prioritas

Ketidak tepatan melakukan tindakan sesuai dg skala prioritas seperti kesibukan berlebih dalam mencari nafkah untuk keluarga, dengan meninggalkan kewajiban da'wah. Sibuk mengurus anak dan mengalahkan sholat berjamaah.

· Kelima: Seorang tsiqah menghujat saudara-saudaranya yang juga tsiqah

Banyak sekali kaum muslimin yg mencela ulama dan kelompok lain yg bukan satu jamah dengan alasan adanya bid'ah dan sebagainya. Padahal seandainya benar kritikan mereka, maka menyembunyikan aib orang lain adalah tetap lebih baik dari pada mengobralnya.

· Keenam: Kelemahan peradaban dan wawasan

Banyak tsiqoh yang tidak bisa berdebat dengan kaum jahiliyah dan pemuas nafsu lainnya, memiliki wawasan yang sempit dan tidak mengetahui selukk beluk kebudayaan dan peradaban masa kini. Hal ini disebabkan mereka tidak mau membaca atau tidak bisa membaca.

Menurut ust. Yusur Qardhawi: “ada ketidakberdayaan dalam pengetahuan tentang masalah kekinian. Ada ketidaktahuan terhadap pihak-pihak lain akibat kecerobohan kita, sedangkan pihak-pihak lain itu mengetahui siapa kita dalam segala sesuatu dan telah membedah kita hingga tulang sumsum”

· Ketujuh: Tersia-sianya banyak waktu

Merupakan ketidakberdayaan sama sekali jika sekiranya seorang tsiqah menyia-nyiakan waktunya untuk sesuatu yang tidak bermanfaat atau untuk perkara-perkara yang kurang besar nilainya dan menghabiskan waktu.

· Kedelapan: Tujuan yang rendah

Sesungguhnya kebesaran seseorang terkait dengan kebesaran tujuannya. Hendaknya para tsiqah meletakkan cita-cita besar di depan matanya, yang diperjuangkannya dengan segenap tenaga.

· Kesembilan: Melanggar janji

Seperti janji untuk mengerjakan suatu pekerjaan, berjanji menyelesaikan suatu masalah, berjanji untuk datang di suatu acara dll namun mereka tidak melaksanakan, padahal mereka tahu bahwa ingkar janji adalah tanda kemunafikan, anehnya lagi ada diantara mereka yg melanggar janji namun tetap merasa tidak berdosa/ bersalah.

· Kesepuluh: Tidak mampu mengendalikan keluarganya

Banyak juga orang-orang shaleh yang tidak mampu menendalikan keluarganya, sehingga istrinya mengendalikan bahtera rumah tangga, dan suami tidak berani menegur istrinya ketika berbuat salah. Ada seorang muslim yang setelah berumah tangga, semakin bagus keislamannya, tetapi ada juga yng setelah berumah tangga semakin jelek keislamannya.

D. Sebab-sebab Ketidakberdayaan

1. Tawadhu Palsu

yakni sikap inkisar atau patah semangat dalam kepribadian. Ia tidak mau melakukan sesuatu dengan alasan tidak mampu, padahal ada orang lain yg lebih rendah kemampuannya, namun iamampu melaksanakan pekerjaan itu. Dengan alasan tawadlu' ia tinggalkan hal-hal penting yg harus ia kerjakan.

2. Perasaan Sensitif dan halus

Sensitifitas memang perlu, namun apabila sentiment pribadi telah menguasai diri seseorang, maka ini akan berbahaya, karena ia akan menfasirkan setiap pembicaraan orang lain dg berbagai macam penafsiran yg mungkin tidak diniatkan oleh pembicara itu sendiri, akhirnya ia mudah tersinggung dsb.

3. Malas

kemalasan adalah penyakit besar yg melanda setiap orang , itulah sebabnya maka kita dianjurkan untuk berlindung kepada Allah dari sifat malas dan lemah.

4. Jenuh dan Bosan

Kebosanan bisa timbul karena sifat seseorang pembosan, karena tidak mantap pada suatu hal, karena selera dalam bekerja yg hanya mau mengerjakan sesuatu hanya dg dasar like and dislike, tidak melihat sisi hukumnya, atau future juga bisa meuncul karena kegagalan.

5. Inqibadh (sempit dada) dan Kurang Ulet

Jiwa seorang mushlih (reformis) haruslah berlapang dada, jauh dari kekerasan hati dan dekat kepada masyarakat, mengutamakan pergaulan yang bermanfaat, member kesan kepada semua manusia bahwa mereka selalu dekat di hatinya. Apabila seorang tsiqoh bersifat keras hati, sempit dada, kurang sabar lagi kurang cerdik, membenci orang-orang, lebih mengutamakan kesendirian yang tidak bermanfaat, serta tidak berpegang pada norma-norma syariat, maka mereka akan menjadi tidak berdaya sama sekali untuk melakukan islah terhadap masyarakat dan memberikan pengaruh positif terhadapnya, dan ia pun tidak akan dibutuhkan oleh seorang pun dari mereka kecuali terpaksa dan dalam batas tertentu.

6. Putus Asa

Putus asa adalah kematian dini, seseorang akan menjadi tak berdaya dan patah semangat untuk mencari solusi atas problematika yg dihadapi, kadang-kadang hal ini terwujud dengan ketidaksiapan mereka menerima amanah-amanah tertentu, karena mereka menganggap apa yg dilakukan tdak akan bermanfaat.

7. Takut

takut adalah penyakit yang mematikan. Apabila seorang tsiqoh terjangkiti penyakit ini, maka ia menjadi tidak berdaya, hilang kekuatannya dan luntur tekadnya.

8. Ketidakjelasan (Ghumudh)

Orang yang memiliki sifat ketidakjelasan ini maka ia tidak dapat mengetahui atau menentukan jalan hidupnya atau tidak dapat berpikir secara runut, tidak dapat di ketahui apa yang diinginkannya dan apa tujuannya serta ia akan dijauhi oleh masyarakat. Sehingga tidak mungkin ia dapat melakukan perbaikan di dalam masyarakat.

9. Keragu-raguan

Seorang peragu jarang memiliki tekad atas suatu hal, jika mengerjakan suatu pekerjaan, jarang dapat menyelesaikannya. Barangkali keragu-raguan ini timbul karena lemahnya sikap tawakal kepada Allah, melupakan sholat istikhoroh, serta tidak meminta petunjuk dari orang yang terpercaya akal dan agamanya.

E. Mengobati Ketidakberdayaan

· Pertama: Banyak membaca buku-buku biografi

Dengan biografi kita bisa mengetahui himmah (semangat) orang lain dan mengenal keunikan mereka, agar kita bisa mencontohnya.

· Kedua: Mengunjungi orang-orang shalih yang memiliki semangat yang tinggi

Seseorang yg melihat orang lain yg memiliki kelebihan, biasanya ia akan terpengaruh, ini adalah watak manuisa secara umum. Itulah perlunya bersilatrrahmi dan berkumpul dengan orang-orang saleh.

· Ketiga: Memahami misi manusia dalam kehidupan dunia

Manusia diciptakan untuk beribadah, menundukkan didinya kepada Allah dan menundukkan diri mahluk yg lain kepada Allah. Ia ada di dunia ini karena adanya tugas dari Allah, manusia ada bukan tanpa tujuan. Selama tujuan belum terwujud maka ia harus berusaha semaksimal mungkin dan tidal kenal lelah.

· Keempat: Keteguhan hati untuk mengikis ketidakberdayaan

Seseorang yg tidak antusias memerangi ketidakberdayaan maka ia akan menjadi pasif dan tidak dapat hidup maju, meskipun hal ini perlu banyak latihan, namun sadarlah bahwa manusia memiliki potensi besar yg diberikan oleh Allah swt.

· Kelima: Meletakkan cita-cita yang tinggi dengan selalu berusaha mencapainya

Usaha mencapai cita-cita yang tinggi dengan izin Allah, memberikan 3 perkara:

a. derajat yang besar di akhirat

b. konsisten pada manhaj yang besar

c. kenangan dan pujian yg baik setelah meninggal dunia, yang mengundang doa orang-orang shalih dan istigfar orang-orang yang beristighfar

Metode praktis untuk mengikis ketidakberdayaan Iman:

1. menjaga pelaksanaan ibadah fardhu

2. berlomba mengerjakan ibadah yg biasa dilakukan para tsiqah, sepert puasa tathawwu’, dzikir, shadaqah, tadabbur Al-Quran.

Beberapa metode praktis untuk mengikis ketidakberdayaan Intelektual

1. Menjaga/mutabaah pelaksanaan kewajiban.

2. Berlomba-lomba mengerjakan amal saleh yg biasa dilakukan oleh para tsiqoh yg lain.

3. Menghafal Al-Quran. Teruslah menghafal, dan bertekad untuk terus menghafal agar apa yg telah kita hapal tidak hilang, sekali waktu seseorang berhenti menghapal, maka yg telah dihapalpun akan hilang.

4. Menghafal sejumlah hadits, sebaiknya dimulai dengan menghafal hadits-hadits yg sohih, dan dalam jumlah yg seimbang dengan kemampuannya.

5. Terbiasa membaca.

6. Menyimak berita dan mendengarkan kaset. Hal ini perlu untuk menambah wawasan, namun harus ada batasnya, dan menjga atau menghindari dampak negative dari apa yg ia dengar, selektif dan tabayyun dalam menangkap berita.

Beberapa metode praktis untuk mengikis ketidakberdayaan di bidang Dakwah

1. Memahami kewajiban berda'wah.

2. Mengetahui sejarah orang yg tak berdaya guna.

3. Menghidupkan semangat jiddiyyah dalam jiwa kita.

Ketidakberdayaan Jiwa:

Yakni sekumpulan sifat negative pada diri manusia seperti putus asa, tidak bergairah, pesimis, terasing dari pergaulan yg baik dan lain-lain.

Hal ini memerlukan terapi yg kontinyu, dengan berdoa lalu merumuskan langkah dengan bantuan psikolog atau yg sejenisnya.

man jadda wa jaddaDiantara syaratnya adalah seseorang perlu menumbuhkan perasaan bahwa setiap orang memiliki potensi dan kemampuan yg bisa dipersembahkan untuk orang, setiap orang punya kemampuan untuk berbuat baik bagi masyarakatnya, dan hal ini akan mendorong seseorang untuk berbuat. Maka berbuatlah untuk orang lain, berbuatlah sekarang demi kemaslahatan orang lain, lakukan yg terbaik bagi masyarakat anda, Allah akan memberikan balasan yg lebih baik kepada anda, amin.



Resume by. Yhanie