ups.......

Kamis, 03 Mei 2012


Shalih Tapi Tak Berdayaguna
Oleh: Muhammad bin Hasan bin Aqil Musa Syarif
Penerbit Robbani Press, Jakarta, 2002.

Banyak orang shalih di sekitar kita. Keshalihan dan keilmuan mereka adalah modal utama bagi kebangkitan umat Islam saat ini. Karena di antara mereka ada yang ahlul ‘ibadah (gemar beribadah), faqih (berilmu pengetahuan luas), cerdas, memiliki keahlian tertentu dan potensi-potensi lain yang signifikan. Peran mereka sangat dibutuhkan dalam rangka amar ma’ruf nahi mungkar dan upaya mengangkat derajat kaun muslimin menuju izzul Islam wal Muslimin.
Namun sayang, banyak dari mereka keshalihannya masih sebatas keshalihan individu. Belum bernilai sosial alias kemanfaatannya bagi umat belum berdayaguna. Padahal umat sangat berharap peran mereka. Mangapa mereka belum berdayaguna? Buku ini mencoba mengungkap fenomena ketidakberdayaan mereka, sebab-sebab ketidakberdayaan dan bagaimana ijal (mengobati)-nya.
A. Ketidakberdayaan para Tsiqah
· Makna ketidakberdayaan (‘ajz)
‘Ajz adalah kata dasar yang memiliki dua arti; yagn pertama menunjukkan makna dhoif (lemah) dan kedua menunjukkan arti sesuatu yang diakhirkan. ‘Ajz juga bisa berarti meninggalkan apa yang ingin dilakukan dengan cara menunda. Hal ini mencakup perkara-perkara duniawi dan agama. ‘Ajz adalah lawan kata hazm (keteguhan hati).
Tsiqah yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah orang yang diberi keperyacaan oleh orang lain dalam hal agama, perilaku, dan akal. Kepercayaan ini diberikan karena dianggap mampu atau memiliki kelayakan yang mencukupi untuk diserahi tugas. Sedangkan dalam bidang dakwah di jalan Allah SWT, kelayakan ini berarti mampu menangani berbagai tugas dakwah ilallah di setiap tahapan.
· Amal dan ketidakberdayaan menurut terminology kontemporer
Ketidakberdayaan atau disfungsionalitas adalah ketidakmampuan melakukan suatu tindakan, dan keberadaan orang tersebut akhirnya menjadi beban bagi orang lain. Makna ini berlawanan dengan makna amal yang lebih bersifat fungsionalitas. Hal ini digambarkan Allah dalam QS. An-Nahl ayat 75-76:
“Allah swt membuat perumpamaan dengan seirang hamba sahaya yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun dan seorang yang Kami beri rizki yang baik dari Kami, lalu dia menafkahkan sebagian dari rezeki itu secara sembunyi dan secara terang-terangan. Adakah mereka sama? Segala puji hanya bagi Allah swt, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. Dan Allah membuat pula perumpamaan: dua orang lelaki yang seorang bisu, tidak dapat berbuat sesuatupun dan dia menjadi beban atas penanggungnya, ke mana saja dia disuruh oleh penanggungnya itu, dia tidak dapat mendatangkan suatu kebajikanpun. Samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan, dan dia berada pula di atas jalan yang lurus”.
B. Urgensi Amal dan Melepas Ketidakberdayaan
Allah member orang-orang yang beramal kecukupan di dunia dan di akhirat, sebagaimana firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamumenolong agama Allah, niscaya Dia akan menolong dan meneguhkan kedudukanmu” (QS. Muhammad: 7)
Allah juga akan meninggikan derajat orang-orang yang beramal sholeh, mereka berteman dengan para Nabi dan melihat langsung Dzat Tuhan secara berulang-ulang merupakan nikmat yang sangat besar yang akan mereka peroleh di surge kelak.
Berikut beberapa aspek yang perlu diperhatikan:
· Pertama: Minimnya waktu yang disediakan untuk beramal shalih
Berdasarkan pada hadist Rasulullah saw: “Usia umatku dari enam puluh sampai tujuh puluh tahun”. Jika seorang sholeh hidup di dunia selama 60 thun, maka dia akan menghabiskan sepertiga hidupnya untuk tidur, sepertiga lagi untuk bekerja, dan sepertiga lagi untuk aktivitas lainnya seperti untuk menikah, memelihara anak, makan, minum, ke pasar, tamasya, dan lainnya. Berarti sangat sedikit sekali waktu yang digunakan untuk beramal sholeh atau bahkan tidak tersisa sedikitpun. Karena itulah generasi salaf mengurangi waktu tidur, kerja dan pemenuhan kebutuhan mereka, sehingga tersedia waktu yang lebih banyak untuk beramal sholeh.
· Kedua: Besarnya perbedaan derajat di dalam surga
Besarnya perbedaan derajat di dalam surga – Rasulullah bersabda
“sesungguhnya surga itu mempunyai seratus tingkatan yang semua itu Allah SWT sediakan untuk orang-orang yang berjihad di jalan-Nya…jika kamu meminta surga kepada Allah, maka mintalah surga firdaus karena merupakan surga yang paling tinggi …”– para tsiqah hendaknya berusaha dengan sepenuh kekuatan dan karunia yang telah diberikan untuk menggapai derajat yang tinggi. Tidak berusaha merupakan satu pertanda ketidakberdayaan.
· Ketiga: Tidak berbuat apapun dan menikmati ketidakberdayaan yang terkadang mengakibatkan inkonsistensi
Tidak berbuat apapun dan menikmati ketidakberdayaan yang terkadang mengakibatkan inkonsistensi – kehilangan konsistensi yang melahirkan ketidakberdayaan ini adalah akibat pasti dari mengekor orang yang tidak berdaya – merusak hati seseorang.
C. Fenomena ketidakberdayaan
· Pertama: Meninggalkan dakwah kepada Allah dan amar ma’ruf nahi mungkar
sebagian orang saleh lebih memilih ber-'uzlah (mengucilkan diri dari masyarakat untuk beribadah) daripada berda'wah, mereka lebih senang berdzikir daripada mengajarkan kebajikan kepada orang lain, mereka hanya memikirkan kesalehan dirinya sendiri dan tidak mempedulikan nasib orang lain, ini adalah bentuk egoisme orang-orang saleh.
· Kedua: Kikir terhadap harta benda dan ketidaktepatan infaq
Ada sebagian orang kaya yg kikir berinfaq untuk kebutuhan da'wah seperti penerbitan buku, perlawanan terhadap kristenisasi dll. Ada juga yg lebih suka berinfaq untuk hal-hal yg tidak diperlukan seperti membangun masjid di daerah yg sudah terdapat masjid, menjalankan ibadah haji bagi yg sudah menjalankan, membagikan zakat kepada banyak orang dengan jumlah/nominal sedikit sehingga habis dikonsumsi.
· Ketiga: Keahlian yang tidak berkembang
seperti perilaku sebagian pekerja yg ulet namun malas berwirausaha, juga sebagian ustadz yg enggan berbicara di hadapan public/ ceramah padahal orang lain sangat membutuhkan ceramahnya.
· Keempat: Kerancuan Prioritas
Ketidak tepatan melakukan tindakan sesuai dg skala prioritas seperti kesibukan berlebih dalam mencari nafkah untuk keluarga, dengan meninggalkan kewajiban da'wah. Sibuk mengurus anak dan mengalahkan sholat berjamaah.
· Kelima: Seorang tsiqah menghujat saudara-saudaranya yang juga tsiqah
Banyak sekali kaum muslimin yg mencela ulama dan kelompok lain yg bukan satu jamah dengan alasan adanya bid'ah dan sebagainya. Padahal seandainya benar kritikan mereka, maka menyembunyikan aib orang lain adalah tetap lebih baik dari pada mengobralnya.
· Keenam: Kelemahan peradaban dan wawasan
Banyak tsiqoh yang tidak bisa berdebat dengan kaum jahiliyah dan pemuas nafsu lainnya, memiliki wawasan yang sempit dan tidak mengetahui selukk beluk kebudayaan dan peradaban masa kini. Hal ini disebabkan mereka tidak mau membaca atau tidak bisa membaca.
Menurut ust. Yusur Qardhawi: “ada ketidakberdayaan dalam pengetahuan tentang masalah kekinian. Ada ketidaktahuan terhadap pihak-pihak lain akibat kecerobohan kita, sedangkan pihak-pihak lain itu mengetahui siapa kita dalam segala sesuatu dan telah membedah kita hingga tulang sumsum”
· Ketujuh: Tersia-sianya banyak waktu
Merupakan ketidakberdayaan sama sekali jika sekiranya seorang tsiqah menyia-nyiakan waktunya untuk sesuatu yang tidak bermanfaat atau untuk perkara-perkara yang kurang besar nilainya dan menghabiskan waktu.
· Kedelapan: Tujuan yang rendah
Sesungguhnya kebesaran seseorang terkait dengan kebesaran tujuannya. Hendaknya para tsiqah meletakkan cita-cita besar di depan matanya, yang diperjuangkannya dengan segenap tenaga.
· Kesembilan: Melanggar janji
Seperti janji untuk mengerjakan suatu pekerjaan, berjanji menyelesaikan suatu masalah, berjanji untuk datang di suatu acara dll namun mereka tidak melaksanakan, padahal mereka tahu bahwa ingkar janji adalah tanda kemunafikan, anehnya lagi ada diantara mereka yg melanggar janji namun tetap merasa tidak berdosa/ bersalah.
· Kesepuluh: Tidak mampu mengendalikan keluarganya
Banyak juga orang-orang shaleh yang tidak mampu menendalikan keluarganya, sehingga istrinya mengendalikan bahtera rumah tangga, dan suami tidak berani menegur istrinya ketika berbuat salah. Ada seorang muslim yang setelah berumah tangga, semakin bagus keislamannya, tetapi ada juga yng setelah berumah tangga semakin jelek keislamannya.
D. Sebab-sebab Ketidakberdayaan
1. Tawadhu Palsu
yakni sikap inkisar atau patah semangat dalam kepribadian. Ia tidak mau melakukan sesuatu dengan alasan tidak mampu, padahal ada orang lain yg lebih rendah kemampuannya, namun iamampu melaksanakan pekerjaan itu. Dengan alasan tawadlu' ia tinggalkan hal-hal penting yg harus ia kerjakan.
2. Perasaan Sensitif dan halus
Sensitifitas memang perlu, namun apabila sentiment pribadi telah menguasai diri seseorang, maka ini akan berbahaya, karena ia akan menfasirkan setiap pembicaraan orang lain dg berbagai macam penafsiran yg mungkin tidak diniatkan oleh pembicara itu sendiri, akhirnya ia mudah tersinggung dsb.
3. Malas
kemalasan adalah penyakit besar yg melanda setiap orang , itulah sebabnya maka kita dianjurkan untuk berlindung kepada Allah dari sifat malas dan lemah.
4. Jenuh dan Bosan
Kebosanan bisa timbul karena sifat seseorang pembosan, karena tidak mantap pada suatu hal, karena selera dalam bekerja yg hanya mau mengerjakan sesuatu hanya dg dasar like and dislike, tidak melihat sisi hukumnya, atau future juga bisa meuncul karena kegagalan.
5. Inqibadh (sempit dada) dan Kurang Ulet
Jiwa seorang mushlih (reformis) haruslah berlapang dada, jauh dari kekerasan hati dan dekat kepada masyarakat, mengutamakan pergaulan yang bermanfaat, member kesan kepada semua manusia bahwa mereka selalu dekat di hatinya. Apabila seorang tsiqoh bersifat keras hati, sempit dada, kurang sabar lagi kurang cerdik, membenci orang-orang, lebih mengutamakan kesendirian yang tidak bermanfaat, serta tidak berpegang pada norma-norma syariat, maka mereka akan menjadi tidak berdaya sama sekali untuk melakukan islah terhadap masyarakat dan memberikan pengaruh positif terhadapnya, dan ia pun tidak akan dibutuhkan oleh seorang pun dari mereka kecuali terpaksa dan dalam batas tertentu.
6. Putus Asa
Putus asa adalah kematian dini, seseorang akan menjadi tak berdaya dan patah semangat untuk mencari solusi atas problematika yg dihadapi, kadang-kadang hal ini terwujud dengan ketidaksiapan mereka menerima amanah-amanah tertentu, karena mereka menganggap apa yg dilakukan tdak akan bermanfaat.
7. Takut
takut adalah penyakit yang mematikan. Apabila seorang tsiqoh terjangkiti penyakit ini, maka ia menjadi tidak berdaya, hilang kekuatannya dan luntur tekadnya.
8. Ketidakjelasan (Ghumudh)
Orang yang memiliki sifat ketidakjelasan ini maka ia tidak dapat mengetahui atau menentukan jalan hidupnya atau tidak dapat berpikir secara runut, tidak dapat di ketahui apa yang diinginkannya dan apa tujuannya serta ia akan dijauhi oleh masyarakat. Sehingga tidak mungkin ia dapat melakukan perbaikan di dalam masyarakat.
9. Keragu-raguan
Seorang peragu jarang memiliki tekad atas suatu hal, jika mengerjakan suatu pekerjaan, jarang dapat menyelesaikannya. Barangkali keragu-raguan ini timbul karena lemahnya sikap tawakal kepada Allah, melupakan sholat istikhoroh, serta tidak meminta petunjuk dari orang yang terpercaya akal dan agamanya.
E. Mengobati Ketidakberdayaan
· Pertama: Banyak membaca buku-buku biografi
Dengan biografi kita bisa mengetahui himmah (semangat) orang lain dan mengenal keunikan mereka, agar kita bisa mencontohnya.
· Kedua: Mengunjungi orang-orang shalih yang memiliki semangat yang tinggi
Seseorang yg melihat orang lain yg memiliki kelebihan, biasanya ia akan terpengaruh, ini adalah watak manuisa secara umum. Itulah perlunya bersilatrrahmi dan berkumpul dengan orang-orang saleh.
· Ketiga: Memahami misi manusia dalam kehidupan dunia
Manusia diciptakan untuk beribadah, menundukkan didinya kepada Allah dan menundukkan diri mahluk yg lain kepada Allah. Ia ada di dunia ini karena adanya tugas dari Allah, manusia ada bukan tanpa tujuan. Selama tujuan belum terwujud maka ia harus berusaha semaksimal mungkin dan tidal kenal lelah.
· Keempat: Keteguhan hati untuk mengikis ketidakberdayaan
Seseorang yg tidak antusias memerangi ketidakberdayaan maka ia akan menjadi pasif dan tidak dapat hidup maju, meskipun hal ini perlu banyak latihan, namun sadarlah bahwa manusia memiliki potensi besar yg diberikan oleh Allah swt.
· Kelima: Meletakkan cita-cita yang tinggi dengan selalu berusaha mencapainya
Usaha mencapai cita-cita yang tinggi dengan izin Allah, memberikan 3 perkara:
a. derajat yang besar di akhirat
b. konsisten pada manhaj yang besar
c. kenangan dan pujian yg baik setelah meninggal dunia, yang mengundang doa orang-orang shalih dan istigfar orang-orang yang beristighfar
Metode praktis untuk mengikis ketidakberdayaan Iman:
1. menjaga pelaksanaan ibadah fardhu
2. berlomba mengerjakan ibadah yg biasa dilakukan para tsiqah, sepert puasa tathawwu’, dzikir, shadaqah, tadabbur Al-Quran.
Beberapa metode praktis untuk mengikis ketidakberdayaan Intelektual
1. Menjaga/mutabaah pelaksanaan kewajiban.
2. Berlomba-lomba mengerjakan amal saleh yg biasa dilakukan oleh para tsiqoh yg lain.
3. Menghafal Al-Quran. Teruslah menghafal, dan bertekad untuk terus menghafal agar apa yg telah kita hapal tidak hilang, sekali waktu seseorang berhenti menghapal, maka yg telah dihapalpun akan hilang.
4. Menghafal sejumlah hadits, sebaiknya dimulai dengan menghafal hadits-hadits yg sohih, dan dalam jumlah yg seimbang dengan kemampuannya.
5. Terbiasa membaca.
6. Menyimak berita dan mendengarkan kaset. Hal ini perlu untuk menambah wawasan, namun harus ada batasnya, dan menjga atau menghindari dampak negative dari apa yg ia dengar, selektif dan tabayyun dalam menangkap berita.
Beberapa metode praktis untuk mengikis ketidakberdayaan di bidang Dakwah
1. Memahami kewajiban berda'wah.
2. Mengetahui sejarah orang yg tak berdaya guna.
3. Menghidupkan semangat jiddiyyah dalam jiwa kita.
Ketidakberdayaan Jiwa:
Yakni sekumpulan sifat negative pada diri manusia seperti putus asa, tidak bergairah, pesimis, terasing dari pergaulan yg baik dan lain-lain.
Hal ini memerlukan terapi yg kontinyu, dengan berdoa lalu merumuskan langkah dengan bantuan psikolog atau yg sejenisnya.
man jadda wa jaddaDiantara syaratnya adalah seseorang perlu menumbuhkan perasaan bahwa setiap orang memiliki potensi dan kemampuan yg bisa dipersembahkan untuk orang, setiap orang punya kemampuan untuk berbuat baik bagi masyarakatnya, dan hal ini akan mendorong seseorang untuk berbuat. Maka berbuatlah untuk orang lain, berbuatlah sekarang demi kemaslahatan orang lain, lakukan yg terbaik bagi masyarakat anda, Allah akan memberikan balasan yg lebih baik kepada anda, amin.